Yosep Semana, SH : Mengembangkan Biogas Melalui Koperasi
Beberapa tahun terakhir energi merupakan persoalan sangat krusial di dunia. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan menipisnya sumber cadangan minyak dunia serta permasalahan emisi dari bahan bakar fosil memberikan tekanan kepada setiap negara untuk segera memproduksi dan menggunakan energi terbaharukan. Selain itu, peningkatan harga minyak dunia hingga mencapai 100 U$ per barel juga menjadi alasan serius yang menimpa banyak negara di dunia terutama Indonesia.
Upaya pencarian bahan bakar yang lebih ramah terhadap lingkungan dan dapat diperbaharui merupakan solusi dari permasalahan energi tersebut. Untuk itu indonesia yang memiliki potensi luas wilayah begitu besar, diharapkan untuk segera mengaplikasi bahan bakar nabati. Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses anaerobik digestion dan memiliki prospek sebagai energi pengganti bahan bakar fosil yang keberadaannya makin habis.
Menyadari energi yang bersumber dari fosil, seperti minyak bumi, batu bara dan gas alam akan habis dieksploerasi, untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak. Kebijakan tersebut menekankan pada sumber daya yang dapat diperbaharui sebagai altenatif, biogas berbahan baku nabati seperti; jarak, jagung, singkong dan memanfaatkan angin, gelombang laut, air terjun.
Biogas merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, dan cepat nyalanya. Penggunaan biogas memilki keselamatan yang lebih aman jika dibandingkan dengan gas elpiji. Jika pipa atau penampung gas bocor, misalnya, tidak akan terjadi ledakan karena gas yang keluar akan menguap dengan cepat dan jika api didekatkan ke sumber gas tidak akan terjadi semburan api yang menyebabkan kebakaran. Gas ini berasal dari berbagai macam limbah organik seperti sampah biomassa, kotoran hewan, limbah domestik (rumah tangga). Sampah biodegradable – setiap limbah organik dapat dimanfaatkan menjadi energi melalui proses anaerobik digestion. Proses ini merupakan peluang besar untuk menghasilkan energi alternatif.
Sejak 10 tahun silam program ini terus dikembangkan diberbagai daerah. Selain tidak memerlukan biaya tinggi, teknologinya juga sederhana. Karena itu, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup terus mendorong pemanfaatan biogas melalui kerjasama dengan berbagai pihak. Yayasan Rumah Energi (YRE) adalah salah satu lembaga yang terus berupaya mengembangkan program biogas rumah – BIRU dan mendorong masyarakat, khususnya di perdesaan memanfaatkan kotoran hewan sebagai bahan baku utama energi terbarukan. Program BIRU telah dimulai tahun 2009, dan kini bekerja di Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB – Lombok, NTT – Flores dan Sumba, Sulawesi Selatan dan Lampung.
YRE juga bermitra dengan gerakkan koperasi, khususnya Koperasi Kredit (Kopdit), melalui Induk Koperasi Kredit (Inkopdit). Dipilihnya bermitra dengan Inkopdit, karena sekunder nasional itu memiliki anggota 914 unit koperasi primer dan anggota individu – perseorangan 2.731.242 orang (2017). Jejaring ini dinilai potensial karena sebagian besar anggota Kopdit – Credit Union (CU) di perdesaan, dan masih sulit mendapatkan gas elpiji.
Pusat Koperasi Kredit (Puskopdit) Jatra Miguna Jogyakarta, antusias merespon program kemitraan Inkopdit dengan YRE. Program tersebut dinilai memberikan peluang besar, khususnya bagi Puskopdit Jatra Miguna. Beberapa anggota Kopdit primer, baik yang di Jogyakarta maupun di Flores – CU Damita, telah memanfaatkan biogas berbahan baku kotoran hewan. Di Flores, potensi untuk mengembangkan biogas sangat besar, karena di daerah itu hampir setiap warga desa berternak sapi – babi. “Kami tertarik bermitra dengan YRE karena program ini sangat menarik, menyentuh kebutuhan masyarakat. Terutama yang masih sulit mendapatkan gas elpiji,” jelas Yosep Semana, SH, General Manager (GM) Puskopdit Jatra Miguna Jogyakarta saat berbincang dengan Majalah UKM, di kantornya beberapa waktu silam.Biogas, lanjut Yosep, bagus untuk kelestarian lingkungan, membuat lingkungan menjadi lebih bersih, dapat menghemat biaya operasional rumah tangga. Pemanfaatan biogas sebagai bahan bakar lebih hemat ketimbang gas elpiji. Juga bermanfaat untuk mengurangi asap dan kadar karbon dioksida di udara. Proses memasak jadi lebih bersih, dan sehat karena tidak mengeluarkan asap, serta lebih aman dari ancaman bahaya kebakaran. Kandang hewan menjadi semakin bersih karena limbah – kotoran langsung dapat diolah. Sisa limbah yang dikeluarkan dari biodigester dapat dijadikan pupuk organik sehingga tidak mencemari lingkungan. Biodigester dapat dimanfaatkan bersama-sama dengan tetangga sehingga secara tidak langsung ikut mendorong terbentuknya rasa kebersamaan di antara sesama warga.
Kesetaraan biogas dengan sumber energi lain, yaitu 1 m³ biogas setara dengan gas elpiji 0,46 kg, minyak tanah 0,62 liter, solar 0,52 liter, bensin 0,8 liter, gas kota 1,5 m³, dan kayu bakar 3,5 kg. Jika dibandingkan dengan hitungan pertahun maka 1 m³ biogas setara dengan 169,322 kg gas elpiji, 243, 958 kg minyak tanah, serta 1162, 815 kg kayu bakar. Jika melihat stuktur sistem biogas, maka akan ada aspek yang padat modal, yaitu pembangunan diegester. Secara teoritik dengan simulasi perhitungan di atas, pemakaian biogas yang konsisten dapat membantu terciptanya penghematan dan peningkatan pendapatan, karena output dari biogas bukan hanya gas metan yang dimanfaatkan untuk memasak, tetapi juga bioslurry yang merupakan pupuk berkualitas tinggi bagi pertanian maupun pakan ikan. Pupuknya akan menghasilkan tanaman yang sangat subur. Baik tanaman padi, palawija maupun buah-buahan.
Dampak ekonomi bagi anggota koperasi, kata Yosep, secara keseluruhan biogas menguntungkan. Karena sekali membuat biogas, kebutuhan gas rumah tangga akan terpenuhi dengan biaya yang sangat murah. Usaha yang dapat dilakukan dengan pemanfaatan biogas antara lain; membuka usaha warung kopi, menjual pisang goreng, dan mie. Sebelum menggunakan biogas, usaha tersebut menggunakan minyak tanah, misalnya, pemakaian 5 liter per hari, 5 x Rp 3.000,- = Rp 15.000,- Total sebulan berarti Rp 15.000,- x 30 = Rp 450.000,- Itulah uang pengeluaran yang dapat ditekan dengan biogas untuk mendapatkan keuntungan maksimal.
Usaha lain, menjual pupuk biosllury – ampas biogas, pupuk organik berkualitas tinggi untuk pertanian. Pupuk organik ini dapat dijual seharga Rp 1.500,- per kg. Jika dalam sehari dapat menjual minimal 5 kg, maka 5 x Rp 1.500,- = Rp 7.500,- atau dalam sebulan, Rp 7.500,- x 30 = Rp 225.000,- Ini keuntungan bersih hasil menjual biosllury. Tentu, dalam sebulan banyak keuntungan yang diperoleh dari menjual biogas. “Karena itu CU Damita mensuport sebagai sarana untuk mengembangkan kehidupan sosial,” tegas Yosep. CU Damita, lanjut dia, salah satu primer anggota Puskopdit Jatera Miguna Jogyakarta yang merespon cepat untuk mengimplementasikan dan mengembangkan program biogas di Manggarai, Flores, khususnya, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada umumnya.
Pada 12 Juli 2018, bertepatan dengan kegiatan puncak Gerakkan Koperasi Indonesia (GKI), yaitu Hari Koperasi Nasional – Harkopnas ke-71, bersama pengurus Inkopdit – Abat Elias, Yosep mengadakan sosialisasi penggunaan biogas di kampung halamannya. Setelah ada proyek percontohan di Manggarai, masyarkat menyambut sangat baik. Namun yang akan menangani program tersebut adalah CU Damita. Puskopdit Jatra Miguna dan Inkopdit sebagai pensuport. Sedangkan YRE menyediakan tenaga ahlinya. Masyarakat yang tertarik untuk membangun biogas harus menjadi anggota CU Damita.
Melihat antusiasme anggota begitu besar, khususnya di Manggarai, Flores, NTT, melalui primer-primer, kata Yosep, Puskopdit Jatra Migguna Jogyakarta bersama YRE, tahun 2018 mentargetkan 100 unit reaktor biogas. Sampai bulan Juni, di CU Damita saja telah tercatat ada 50 anggota yang berminat. “Tinggal pelaksanaanya, diharapkan akhir Oktober semua bisa terselesaikan,” tutur Yosep. Untuk anggota di daerah Jogyakarta dan Jawa Tengah, karena mudah mendapatkan gas elpiji, peminat biogas agak kurang. Ada, tetapi sedikit. Karena anggota primer yang menjadi peternak jumlahnya juga tidak banyak. Dan memang, tidak menjadi keharusan bagi primer-primer anggota Puskopdit Jatra Miguna untuk mengikuti program BIRU tersebut, tetapi hanya yang tertarik saja.
Untuk membangun 100 unit reaktor biogas diperlukan biaya cukup besar, kisaran Rp 1,2 miliar. Namun biaya tersebut ditanggung oleh masing-masing. Bagi anggota yang masih membutuhkan dukungan dana, koperasi akan memfasilitasi dalam bentuk pinjaman. Jika Kopdit primer dananya tidak mencukupi, sebagai sekunder Puskopdit Jatra Migguna menyiapkan modal pinjaman kepada primer. Demikian pula bila Jatra Migguna masih kekurangan dana, pinjam ke Inkopdit. “Jadi, soal ketersediaan dana, tidak menjadi problem,” tegas Yosep.
Karena volume – ukuran reaktor biogas ada beberapa macam; 8 m3, 10 m3 dan 12 m3, peminat bisa menyesuaikan dengan kebutuhannya. Biaya pembuatannya tergantung volume reaktor biogas dan bahan baku yang digunakan. Kualitas bahan baku, khususnya pasir, tidak sebagus pasir di Pulau Jawa, misalnya. Karena pasir di Flores banyak kandungan tanah, harus dimurnikan – dicuci terlebih dahulu agar bangunan berkualitas, tahan gempa. Akibatnya, menambah biaya. Biaya 1 unit reakator biogas di kisaran Rp 8 juta – Rp 12 juta. Sebagai lembaga usaha, kata Yosep, rencana membangun 100 unit reaktor biogas itu diharapkan bisa terealisasi 100%. Namun, semua tergantung partisipasi dan kesiapan anggota.
Kesempatan bisnis pembangunan reaktor biogas di wilayah timur Indonesia sangat besar di bandingkan di wilayah barat, terutama di Jawa, misalnya. “Peluang itulah yang melandasi kami berkomitmen mengembangkan biogas di sana,” tutur Yosep. Ke depan, katanya, CU Damita yang baru seumur jagung – 1 tahun, didorong bekerja sama dengan banyak pihak. Bila ada primer dari Puskopdit lain yang ingin bekerja sama dengan CU Damita, misalnya, dipersilahkan.
Sebagai perantau, kata Yosep, ingin membawa pulang sesuatu agar masyarakat bisa merasakan manfaat dari perantau itu seperti apa. Jika yang dibawa pulang sesuatu yang bermanfaat, mereka juga akan bangga. Dan program BIRU ini bisa dibilang sebagai momentum, bahwa merantau itu banyak manfaatnya. Banyak contoh, sebut saja misalnya, tahun ’80-an perantau dari Wonogiri, Jawa Tengah yang sukses di Jakarta, membentuk Paguyuban Keluarga Wonogiri – PAKARI, kemudian bergotong-royong membangun daerahnya yang dulu dikenal sebagai daerah miskin. Adalah Bupati Wonogiri, Begug Purnomosidi saat itu merespon semangat putra-putri Wonogiri yang akan membangun dusun-dusunnya. Bahkan, bupati trah Puri Mangku Negaran, Surakarta, yang juga dikenal sebagai dalang wayang kulit itu menjadi juru penerang lewat pakeliran – pentas ndalang semalam suntuk, dan blusukan sampai ke Rt – Rw di seluruh Wonogiri.
Kini, Pemerintah Kabupaten Manggarai juga mensuport program BIRU yang tengah dikembangkan gerakkan koperasi karena dinilai sangat luar biasa. “Kebetulan, bupatinya Dr. Deno Kamelus, SH, MH sangat familiar dengan kami,” jelas Yosep. Kalau pelaksanaan program ini dinilai bagus, aparat desa – kecamatan bisa mengajukan program melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sehingga dana-dana dari pemerintah bisa digunakan untuk kepentingan masyarakat, misalnya, sebagai subsidi pembangunan reaktor biogas. Bisa juga untuk membiayai pendidikan dan pelatihan guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) untuk pengembangan biogas.
Untuk memperoleh SDM yang berkualitas dan mumpuni, kata Yosep, mereka harus dilatih, dan diuji kemampuannya. Jika sudah memenuhi syarat diberikan sertifikat sertifikasi sebagai tenaga ahli. Pendidikan dan pelatihan (Diklat) tidak hanya untuk tenaga-tenaga tukang, tetapi juga untuk pembuatan pupuk dan sebagainya. “Meski belum ada pembicaraan secara resmi dengan pemerintah daerah, namun pernyataan dan support bupati itu memberikan semangat bagi kami untuk mengembangkan biogas di Manggarai Sekarang ini masih program koperasi – CU Damita sendiri, ” jelas Yosep optimis, seraya menambahkan, kalau tahun 2018 targetnya baru 50 unit reaktor biogas, kelak diharapkan semua anggota koperasi yang memiliki ternak membangun reactor biogas. “Kesejahteraan itu harus dinikmati semua orang – anggota koperasi, tidak hanya segelintir orang, apalagi hanya pengurusnya,” tegas Yosep. (mar – adit)